Minggu, 29 Maret 2015

Ovoglobulin dan Lisozom Putih Telur

Putih telur ayam mempunyai kandungan protein yang tinggi. Protein yang terkandung dalam putih telur meliputi ovomucin, globulin, ovomukoid dan ovalbumin. Putih telur dibagi menjadi 4 yaitu outer thin layer, outer thick layer, inner thin layer dan inner thick layer. Protein putih telur memiliki kemampuan membentuk buih yang berbeda-beda, yaitu pada uji daya buih, stabilitas buih, daya koagulasi dan daya kembang sponge cake. Sifat-sifat tersebut akan berubah selama proses penyimpanan. Pembentukan buih pada putih telur dipengaruhi oleh tingkat pengocokan. Pengocokan terlalu lama akan membentuk sedikit buih dibandingkan dengan pengocokan putih telur dalam waktu sebentar (± 5 menit).

1.      Ovoglobulin
Ovoglobulin mencakup semuanya 0,4% dari protein total putih telur itu. Berat molekul mereka berkisar dari 30.000 sampai 45.000 Da, dan isoelektrik mereka poin 5,5 dan 5,8 untuk G2 dan G3, masing-masing. Ovoglobulins memiliki 3,2-3,7% heksosa dan 2,4-2,5% hexosamines (Vadehra & Nath, 1973)

2.      Lisozim
Lisozim adalah glikoprotein, polipeptida tunggal rantai dengan 129 residu asam amino yang dihubungkan oleh empat ikatan disulfida, yang mewakili 3,5% dari eggwhite; berat molekul berkisar dari 14.300 sampai 14.600 Da, dan titik isoelektrik adalah 10,7 (Stadelman & Coterril, 1973). Lisozim sebelumnya ditempatkan di kelompok ovoglobulin dan disebut sebagai G1. Lisozim yang asam dan dasar rantai lateral dan kelompok terminal didistribusikan di permukaan molekul. Lokalisasi rantai kutub juga tampaknya berada di permukaan, meskipun kebanyakan rantai non-polar (hidrofobik) berada di dalam molekul. Salah satu kelompok hidrofobik terlokalisir di permukaan protein, persis di mana situs aktif protein dari berada (Li-Chan & Nakai, 1989).
Lisozim merupakan salah satu komponen putih telur yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet alami pada makanan karena memiliki sifat antibakteri. Lisozim merupakan protein globular yang terdapat pada putih telur dan mempunyai berat molekul sekitar 14,4 kDa. Lisozim terbentuk dari rantai polipeptida tunggal yang terdiri dari 129 asam amino, lisin pada N-akhir dan leusin pada C-akhir (Saravanan et, al., 2009).
Cara lisozim melindungi terhadap invasi bakteri adalah melalui kegiatan sebagai enzim – agen yang mempercepat reaksi. Bakteri yang terkena memiliki polisakarida pada dinding sel mereka yang rantai gula dengan rantai samping yang mengandung gugus amina, NH2. Protein mendegradasi polisakarida tersebut dengan menambahkan molekul air pada ikatan gula, menyebabkan ia pecah terbuka. Hal ini dikenal sebagai glikosida hidrolase, atau kerusakan air gula. Setelah rantai polisakarida terganggu, sel-sel bakteri pecah.


Daya Koagulasi Putih Telur
Koagulasi dapat ditimbulkan dengan pemanasan, penambahan asam dan perlakuan alkali (Damayanthi, 1994). Proses pemanasan menyebabkan protein telur terdenaturasi sehingga serabut ovomucin terurai menjadi struktur yang lebih sederhana Interaksi antara protein dan panas mengakibatkan terjadinya koagulasi protein (Alais dan Linden, 1991). Umumnya protein mengalami denaturasi dan koagulasi pada rentang suhu sekitar 55-75°C (De man, 1997). Apabila protein dipanaskan atau dipanaskan atau ditambah alkohol maka protein akan menggumpal, yang disebabkan karena terjadinya penarikan mantel air dari molekul-molekul protein. Penggumpalan ini dapat terjadi akibat enzim-enzim yang dapat menghidrolisa protein. (Winarno, 1974)
Koagulasi reaksi endotermik, yaitu, menyerap panas. Sehubungan dengan itu, kecepatan reaksi ini dipengaruhi oleh suhu. Feeney (1964) protein yang terdaftar sesuai dengan persentase ada pada albumen padat: ovalbumin 54%; conalbumin 13%; ovomucoid 11%; lisozim 3,5%; ovomucin 1,5%; Flavoprotein-apoprotein 0,8%; proteinase inhibitor 0,1%; avidin 0,05%, dan non-iDEN- protein tified 8%. Hanya ovomucoid dan ovomucin adalah tidak terkoagulasi dengan panas (Johnson & Zabik, 1981); kecuali bahwa ketika kompleks dengan Fe atau Al, conalbumin adalah es- pecially sensitif terhadap panas (Cunningham & Lineweaver, 1965). Suhu denaturasi conalbumin, globulin, ovalbumin dan lisozim masing-masing 57,3, 72,0, 71,5, dan 81,5 ° C(Yang & Baldwin, 1995).

Pembentukan Buih pada Putih Telur
Pengocokan yang sangat kuat pada putih telur akan menambahkan gelembung-gelembung udara sehingga terbentuk busa yang akan mempertahankan strukturnya ketika dipanggang. Busa putih telur yang banyak akan dapat diperoleh jika tidak ada lemak dalam campuran itu. Kuning telur mengandung lemak atau lipida, sehingga pemisahan putih telur dari kuningnya sangat penting. Mangkok atau alat lain dari plastik memiliki permukaan berpori sehingga dimungkinkan mengandung lemak yang menempel meskipun telah dicuci. Sedangkan permukaan gelas atau logam bebas lemak sehingga dapat menghasilkan busa yang cukup banyak.
Busa adalah dispersi koloid dari gelembung gas yang terperangkap dalam cairan. Untuk menghasilkan busa yang stabil diperlukan beberapa sifat tertentu dari cairannya. Sebagai contoh cairan dengan viskositas tinggi akan memfasilitasi terperangkapnya gelembung gas. Adanya surfaktan atau stabiliser yang secara struktural akan berada pada permukaan gelembung gas juga akan menambah kestabilan busanya. Tekanan uap yang rendah dari cairannya akan menurunkan kemungkinan dari molekul-molekul cairan yang mengelilingi gelembung untuk menguap dengan mudah yang dapat menyebabkan pecahnya busa.
Semakin lama telur disimpan, maka volume daya buih putih telur cenderung meningkat jika dibandingkan dengan sampel kontrol/ tanpa penyimpanan. Stadelman and Cotterill (1995) menyatakan bahwa makin lamanya umur telur mengakibatkan terjadinya ikatan ovomucinlysozyme yang menyebabkan putih telur semakin encer. Pengocokan putih telur encer akan menghasilkan volume daya buih yang tinggi. Salah satu fraksi protein putih telur yaitu globulin mempunyai kemampuan memudahkan terbentuknya buih, ovomucinlysozyme, ovalbumin. Fraksi protein putih telur lainnya seperti conalbumin, lysozyme, ovomucin dan ovomucoid mempunyai kemampuan membuih yang sangat rendah, tetapi interaksi lysozyme dan globulin mempunyai peranan penting dalam pembentukan buih (Alleoni and Antunes, 2004).
Albumin dari putih telur adalah larutan protein yang akan langsung berbusa jika dikocok. Hasil penelitian menyebutkan bahwa protein ovomusin, ovoglobulin, dan konalbuminlah yang bertanggung jawab terhadap pembentukan busa. Protein akan berada pada permukaan udara-air dari gelembung udara dan mengalami denaturasi (unfold) untuk mendukung struktur busa. Denaturasi lebih lanjut terjadi ketika pemanasan (pemanggangan) menyebabkan koagulasi protein sehingga menghasilkan struktur yang lebih stabil. Penambahan gula ketika pengocokan meningkatkan pembentukan busa karena sifat higroskopik dari gula yang menyimpan air. Gugus hidroksil pada struktur gula akan membentuk ikatan hidrogen dengan air. Akan tetapi gula akan memperlambat denaturasi. Oleh karenanya pengocokan harus lebih kuat agar diperoleh busa yang sama banyak, terutama jika penambahan gula terlalu dini pada pengocokan. Penambahan cream of tartar (asam tartar) akan menurunkan pH larutan protein sehingga memfasilitasi denaturasi dan koagulasi protein. Sedangkan lemak, jika ada, juga cenderung berada pada permukaan udara-air dari gelembung udara. Akan tetapi berbeda dari protein, lemak tidak terdenaturasi tetapi akan mengalami koagulasi. Sehingga adanya lemak dalam campuran akan menurunkan kemampuan protein untuk mengalami denaturasi dan menstabilkan busa.

DAFTAR PUSTAKA
Ana Cláudia Carraro Alleoni. Albumen Protein and Functional Properties of Gelation and Foaming.Sci. Agric. (Piracicaba, Braz.), v.63, n.3, p.291-298.2006.
Agus Busiri; Purwadi2; dan Imam Thohari. Pengaruh Penambahan Lisozim Putih Telur Pada Edible Film Protein Whey Terhadap Kualitas Kimia Keju Gouda Selama Pematangan. Universitas Brawijaya, Malang.
Novia Wahyuana Triawati; Imam Thohari; dan Djalal Rosyidi. Evaluasi Sifat Putih Telur Ayam Pasteurisasi Ditinjau dari Daya Buih, daya Koagulasi dan Daya Kembang Sponge Cake. Universitas Brawijaya, Malang.



Jumat, 06 Maret 2015



REVIEW REAKSI MAILLARD



1.1.Pengertian



Reaksi pencoklatan non-enzimatis adalah reaksi pencoklatan yang bukan diakibatkan oleh aktivitas enzim.Reaksi ini meliputi reaksi Maillard, reaksi karamelisasi gula, dan reaksi oksidasi asam askorbat (vitamin C).Reaksi karamelisasi gula terjadi pada suhu diatas 100oC baik saat dibawah kondisi asam atau basa. Sedangkan reaksi maillard terjadi akibat kondensasi gula pereduksi seperti glukosa dan fruktosa yang mengandung gugus karbonil (keton ataualdehid) dengan grup amin bebas dari asam amino, peptide, atau protein.Reaksi ini dinamakan reaksi Maillard setelah seorang ahli Kimia Prancis, Louis-Camille Maillard menemukan reaksi ini tahun 1912 pada saat mencoba memproduksi protein buatan secara biologi. Reaksi ini sering terjadi pada produk pangan yang biasa dikonsumsi sehari-hari. Reaksi maillard dalam makanan dapat berfungsi untuk menghasilkan flavor dan aroma.

Reaksi Maillard terjadi antara gugus karbonil yang reaktif dari senyawa gula bereaksi dengan gugus amino nukleophilik, hasilnya berupa campuran kompleks molekul yang bertanggung jawab untuk membentuk bau/aroma dan rasa. Proses ini akan dipercepat dalam kondisi basa.

Mekanisme reaksi Maillard sangat kompleks, dimana gula amin akan mengalami denaturasi, siklisasi, fragmentasi dan pimerisasi sehingga terbentuk kompleks pigmen yang disebut melanoidin. (Prangdirmurti et al.,2007)

Gula yang paling berperan dalam reaksi maillard adalah fruktosa dan glukosa. Kadar sukrosa dalam gula merah sebesar 74,68%, fruktosa 1,9% dan glukosa 3,43%. Sedangkan asam amino bebasnya adalah lisin, triptophan,  asam glutamat, asam aspartat, alanin dan glisin. Rasio gula terhadap asam amino sangatlah berpengaruh terhadap reaksi pembentukan warna. Makin meningkat jumlah asam aminonya, semakin banyak terjadi pembentukan warna. Gugus karbonil dari gula pereduksi dengan gugus asam amino bebas merupakan komponen penting dalam reaksi Maillard.



11.2.Proses Reaksi

Reaksi maillard terdiri dari 3 tahap yaitu:


1.      Reaksi Maillard awal

Suatu aldosa bereaksi bolak-balik dengan asam amino atau gugus amino sehingga menghasilkan basa Schiff (Edwards, 2003). Terdiri dari kondensasi dari gula pereduksi dengan asam amino menghasilkan produk yang diberi nama produk Amadori . Pada susu produk Amadori berupa lactulosyllysine yang terikat dengan protein. Pada reaksi awal dihasilkan produk Amadori yang stabil selama kondisi pemanasan tidak terlalus drastis atau waktu terlalu lama. Konsekuensi apabila terlalu panas dan terlalu lama akan menyebabkan kehilangan lisin (Boekel, 1998).  

rumusan reaksi maillard awal
Rumusan Reaksi Maillard Awal



2.      Reaksi Maillard Lanjutan

Terdiri dari pemecahan produk Amadori menjadi beberapa produk belahan dari senyawa gula-amino seperti lyslpyrraline, maltosin, maltol, β-piranon, 3-furanon, siklopentanon, galaktosil-isomaltol, asetilpirol, pentosidin (Boekel, 1998).

3.      Reaksi Maillard Akhir

Terdiri dari kondensasi kandungan amino dan gula menjadi protein terpolimerisasi dan pigmen coklat (melanoidin). Pigmen coklat ini berasal dari degradasi gula (Boekel, 1998)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQ9ebEJ4YKpdbcWvPBG-VQoASjwNKo9985TWK7n2zMjqH6hWAiRFl9WxodjrkgyvLKnzhd2yS9RFxJOEelApXJXWLsFDnk6hJjvOiJx4zK83gbVZs4qwjl56rlN3105Laj_40Kax40rec/s400/maillard1.JPG



1.3.Contoh Dalam Bahan Pangan

Biasanya, susu diberi perlakuan panas untuk memastikan keamanan dari mikroba sebelum dikonsumsi. Ada 3 tipe perlakuan panas :

  • Low Temperature Long Time (LTST) Pasteurization
  • High Temperature Short Time (HTST) Pasteurization
  • Ultra High Temperature (UHT) Pasteurization

Pada semua tipe perlakuan panas, terjadi reaksi Maillard pada susu (Shimamura dan Ukeda, 2012).



Susu Yang Dipanaskan Dengan Pan

Susu yang dipanaskan dengan pan, lama kelamaan susu tersebut akan menjadi gosong dan berubah warna menjadi kecoklatan. Setelah warnanya berubah, api dimatikan dan tercium aroma dari susu tersebut. Setelah dirasakan, susu memiliki rasa yang berbeda yang lebih menarik. Dari perlakuan tersebut, dapat dilihat bahwa terjadi perubahan warna, aroma dan rasa setelah susu dipanaskan diatas pan. Ternyata, reaksi maillard lah yang menyebabkan susu mengalami perubahan-perubahan tersebut.

Ternyata, reaksi maillard pada susu terjadi dalam proses residu lysin pada protein susu. Residu lysin dalam kasein akan menjadi lebih reaktif daripada dalam serum protein, sedangkan K-kasein terlihat sebagai kasein yang paling reaktif. Reaksi maillard pada produk susu kering lebih cepat dibandingkan susu cair. Hal ini disebabkan karena rendahnya aktivitas air.Tetapi pada kandungan air yang sedikit, laju reaksi maillard meningkat lagi karna difusi dari reaktan. pH optimum untuk reaksi maillard antara pH 8 sampai 10 (Boekel, 1998).



Sebuah jurnal dari Shimamura dan Ukeda (2012), yang berjudul Maillar Reaction in Milk – Effect of Heat Treatment menjelaskan proses monitoring reaksi maillard pada susu. Pada proses monitoring reaksi maillard pada susu dapat digunakan metode XTT yaitu suatu metode yang digunakan untuk mengetahui seberapa cepat reaksi maillard terjadi pada susu yang telah dilakukan proses pemanasan sebelumnya dengan suhu yang berbeda satu sama lain. Proses dengan metode XTT dapat diketahui atau diukur dengan spektofotometer untuk mengethaui seberapa cepat perubahan warna yang terjadi dengan reaksi maillard pada sampel.



Metode : Garam Tetrazolium XTT ditambahkan ke dalam air larut formazan yang kemudian dapat diukur dengan spektrofotometri. Larutan sampel ditambahkan ke dalam larutan garam XTT yang telah diberi perlakuan, kemudian dicampurkan dengan microplate shaker pada kecepatan 500 rpm selama 15 detik.Perbedaan penyerapan antara panjang gelombang 492 dan 600 nm dibaca oleh microplate reader sebagai nilai absorbansi pada 0 menit.Setelah 20 menit, perbedaan absorbansi terbaca lagi.Pertambahan pada absorbansi pada menit ke 20 dicatat sebagai kemampuan sampel untuk mengurangi XTT. Dengan menggunakan metode XTT pada 3 macam sampel susu yang berbeda yaitu pada susu A dengan suhu 65C selama 30 menit, susu B dengan suhu 130C selama 2 detik dan susu C dengan suhu 140C selama 3 sec terjadi perubahan pada reaksi maillard secara signifikan pada masa penyimpanan setelah 70 hari yaitu terjadi perubahan penurunan kosentrasi terhadap resudibilitas XTT, hal tersebut dilihat dari perubahan warna yang terjadi serta suhu yang mempengaruhi selama proses dengan metode XTT sampai dengan proses penyimpnan produk pada suhu ruang. Perubahan terjadi sangat tinggi pada susu C dengan penurunan residubilitas lebih dari 0,4 dalam waktu lebih dari 70 hari setelah masa penyimpanan pada suhu konvensional hal ini diketahui dari proses awal yang digunakan pada sampel dengan suhu tertinggi dari sampel yang lain dan ternyata hal tersebut sangat mempengaruhi reaksi maillard dalam bereaksi dengan sampel. (Shimamura dan Ukeda, 2012)



Berikut merupakan akibat dari adanya reaksi maillard pada susu dan produk susu antara lain :

  • Kehilangan nilai gizi akibat dari penyumbatan residu pada lysin yang tidak tersedia dalam waktu lama untuk proses pencernaan
  • Terbentuknya komponen rasa. Komponen tersebut merupakan komponen pembelahan molekular utama yang rendah dari degradasi komponen Amadori
  • Komponen antioksidatif terbentuk pada tahap lanjut dari reaksi Maillard
  • Mutagenik sama baiknya dengan anti-mutagenik dan komponen antikarsinogenik terbentuk. Tapi proses mutagenik hanya terdeteksi pada susu yang terbakar dalam pan.
  • Komponen antibakteria dapat terbentuk.
  • Antigenicity yang terjadi pada susu sapi yang dipanaskan dapat berkurang bagi orang yang memiliki alergi pada susu sapi.
  • Polimerisasi protein susu akibat reaksi Maillard.
  • Warna coklat yang terjadi akibat melanoidin.


Aplikasi reaksi maillard pada susu sering digunakan dalam berbagai produk olahan. Misalnya seperti proses pembuatan permen caramel susu atau sering yang disebut sebagai toffee. Toffee merupakan kembang gula yang dibuat dari campuran susu, dan gula pasir yang dimasak secara bersamaan hingga bewarna kecoklatan. Adanya perubahan pada warna kecoklatan pada proses pembuatan toffee ini disebabkan karna lisin dalam susu terpecah menjadi fruktosa-atau lactuloselysine. Pemecahan lisin diakibatkan karena adanya panas pada saat proses pemasakan toffee. Dengan pemberian panas ini, lisin dipecah dan menghasilkan karbonil reaktif dan berpolimerisasi menjadi melanoidins coklat atau terjadi perubahan warna coklat. Selain pada toffee, reaksi maillard pada susu sering digunakan untuk menghasilkan ice cream (Edwards, 2003).



Selain pada susu, reaksi Maillard juga terjadi pada proses pembuatan kecap. Berdasarkan beberapa penelitian, menurunnya kadar asam amino lisin dari moromi dikarenakan terjadinya deaminasi gugus ε-amino lisin yang sangat reaktif dalam proses reaksi Maillard dalam kecap yang akan membentuk warna coklat (melanoidin), yang berbeda dari reaksi deaminasi gugus α-amino dari suatu asam amino. Maka dapat dimengerti jika asam amino yang mengandung lisin sangat mudah menjadi coklat.Polimer akhir  dari proses reaksi maillard pada kecap telah diketahui sifat-sifatnya yakni memiliki berat molekul besar, bewarna coklat, mengandung cincin furan dan polimer nitrogen seperti karbonil, karboksil amina, amida, pirol, indol, azometih, ester, anhirida, eter, metil dan grup hidroksil (Apriyantono,1989). Reaksi Maillard dapat terlihat pada suhu 37°C, dapat terjadi secara cepat 100°C, dan tidak terjadi pada150°C. Sementara itu, reaksi karamelisasi adalah reaksi yang terjadi karena pemanasan gula dengan keberadaan katalis asam atau basa pada suhu 170°C.Karamelisasi menghasilkan warna coklat dan aroma yang disukai pada produk kecap.




DAFTAR PUSTAKA

  1. Apriyantono, A. 1989.Analisa Pangan. Pau IPB.Bogor
  2. Baston, D. M.; Monaro, E.; Siguemoto, E. & M. Sefora. 2014. Maillard Reaction Product in Processed Food : Pros and Cons. Nutrition Department, School of Public Helath. Brazil.http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/29164.pdf
  3. Boekel, M. A. J. S. (1998). Effect of heating on Maillard reactions in Milk. Food Chemistry Vol. 62(4):403-414.
  4. Edwards,W.P. 2003. The Science of Sugar Confectionery. The Royal Society of Chemistry. UK.
  5. Prangdimurti, E., F. R. Zakaria, dan N. S. Palupi. 2007 Modul E-Learning Evaluasi Nilai Biologis Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB:Bogor.
  6. Shimamura. T dan Ukeda. H. 2012. Maillard Reaction in Milk – Effect of Heat Treatment.http://dx.doi.org/10.5772/50079. Intech. Jepang..
  7. Yokotsuka, T.1986. Soy Sauce Biochemistry. Adv. Food. Res(30): 195-329